My True Self
Aku
selalu sendiri.
Kalian
yang selalu tersenyum di bawah matahari mungkin tidak akan pernah mengerti
rasanya tenggelam sampai ke dasar lautan. Betapa dinginnya temperatur di dasar
laut, betapa sunyinya suasana di bawah sana dan betapa gelapnya tempat itu.
Mungkin bagi kalian yang bisa menghabiskan waktu bersama orang yang kalian
sayangi tidak tahu betapa sakitnya ketika orang yang kamu sayangi tidak
terlihat bahagia jika bersamamu. Bahkan jika bayangan yang terpantul di bola
matanya bukanlah dirimu tetapi orang lain. Walaupun tubuhnya bersamamu namun
hatinya tidak. Ketika kamu terpaksa harus melepasnya walaupun sebenarnya kamu
ingin berteriak, menangis agar orang itu tidak pernah pergi dari sisi kalian.
Pada akhirnya yang tersisa hanyalah lubang besar di hati yang ditinggalkannya.
Kesendirian
ini mulai memakanku perlahan-lahan, kenapa bukan aku yang terpilih? Kenapa
selalu aku yang tertinggal sendirian? Apa ada yang salah denganku?
Aku
tahu, aku tidak punya alasan apapun atau kekuatan apapun untuk membuatnya
berada disisiku. Tidak ada sesuatu dalam diriku yang cukup kuat untuk
mengikatnya padaku. Aku egois. Aku berusaha mengikat seseorang dengan kuat
padaku. Itu salah, iya aku paham tapi hati ini tidak. Kesendirian dan kesepian
yang kualami lebih menakutkan dari apapun yang pernah kutahu di dunia ini. Rasanya
seakan-akan kamu ditarik ke dalam pasir hisap. Semakin berusaha ingin keluar
semakin kamu masuk ke dalamnya. Karena itu saat bertemu denganmu yang
menyelamatkanku dari pasir hisap itu rasanya bagaikan matahari kembali padaku.
Silau
namun kehangatannya membuat tubuhku merinding. Ingin mendekat tapi pada saat
yang sama aku ragu. Meski awalnya aku takut mendekati kehangatan itu dan
kemudian merasakan sensasinya, perlahan-lahan aku mulai terobsesi dengan kehangatan
itu. Perasaan terselimuti oleh kehangatan itu… ketika kamu merasa dibutuhkan
oleh orang lain, disayangi, diperhatikan dan seluruh bagian dirinya tertuju
padaku… sensasi itu merupakan candu. Sebagian dari diriku berusaha untuk
menahan sebagian lain yang memberontak ingin memilikimu seutuhnya hanya
untukku. Sebagian yang berusaha menahan ini adalah sebagian yang tahu bahwa ini
semua merupakan salah satu dari ilusi yang selalu muncul di hadapanku. Ilusi
yang berakhir sama. Meninggalkanku. Sendiri lagi. Dari ilusi-ilusi yang sudah
lalu itulah aku belajar untuk tidak bergantung pada kehangatan yang (kupikir)
hanya datang sesaat. Pergolakkan keras yang ada di dalam diriku membuatku tak
mengerti apa yang harus kulakukan. Melepasmu? Atau mengikatmu?
Hei,
jika kukatakan padamu bahwa yang selama ini kamu lihat adalah sebagian dari
topeng-topeng yang kubuat dan suatu saat aku membuang topeng itu, akankah kamu
tetap memilih bersamaku? Apa kamu bisa menerima wajahku yang sebenarnya? Kurasa
kemungkinan itu akan sangat kecil. Karena sama seperti ilusi sebelumnya yang
kamu sukai hanya salah satu dari topengku. Indah dan silau katamu, sementara
wajah asliku yang kusembunyikan dan kutahan jauh lebih buruk dan hitam. Ketika
kamu tahu, sama seperti ilusi sebelumnya, kamu menghilang dan aku sendiri…
Komentar
Posting Komentar