Soredemo....
Udah lama gak nulis-nulis di blog nyehehe~ sibuk terus sih... lagian juga lagi gak ada inspirasi jadiiii... segini dulu deh.. ntar kapan-kapan di sambung lagi~ xD
‘Tanpamu rasanya dunia ini dingin sekali...’ ‘kamu’..?
Siapa?
‘Senyumanmu mencairkan hatiku yang beku!’ ‘kamu’..? Siapa?
‘Rasanya jika aku melihatmu, aku jadi ingin
bersemangat!’ ‘kamu’..? Siapa?
‘Kalau kamu tidak ada, aku tidak bisa hidup’ ‘kamu’..?
Siapa?
‘Aku akan terus berada disisimu!’ ‘kamu’...? siapa?
‘Aku mencintaimu..’ siapa..?
“Suatu
hari nanti kamu pasti akan menemukannya!”
“Eh?”
“Aduh kamu ini
bagaimana sih? Dengar tidak apa yang tadi kukatakan?!”
Mendengar keluhan
sahabatku ini aku hanya bisa tersenyum kecil dan kemudian menjawab,
“Iya iya, aku dengar
kok tadi. Um.. tentang apa ya?”
BLETAK!
“Aduh!” aku mengerang
kesakitan. Pukulan Mami di kepalaku terasa sakit sekali.
“Makanya kalau ada
orang bicara didengarkan dong ah! Aku tadi bicara soal Ichi. Aku sudah cerita
padamu kan kalau Ichi dan aku berpacaran?” kata Mami setengah mengomel.
“Aku ingat kok, itu
kejadian dua hari yang lalu kan?”
“Yup! Makanya itu aku
daritadi bercerita tentang dia. Kamu tahu? Dia itu sangat manis sekali padaku. Dia
berkali-kali.......”
Aku tidak peduli pada
semua itu. Lagipula aku juga tidak pernah merasakan hal yang namanya jatuh
cinta. Apa itu? Bagaimana rasanya? Aku tidak tahu. Jadi bercerita padaku pun
tak akan ada gunanya. Selama ini yang aku tahu adalah sisi lain dari cinta,
kesakitan, kepedihan, memendam rasa, iri, dan cemburu. Haha... orang seperti
aku mana bisa jatuh cinta atau mengalami cinta sepolos itu. Ya, aku sudah
menyerah. Aku tidak mau berharap atau lebih tepatnya aku tidak mau merasakannya
lagi kalau hal seperti ini harus terjadi berulang kali. Memang aku yang bodoh,
aku yang dengan egoisnya jatuh cinta dan dengan egoisnya pula aku merasa sakit
kemudian menyalahkan orang yang tidak tahu apa-apa. Aku memang egois...
“...en..?”
......
“Ren!!”
“O-oh.. ada apa Mami?”
tanyaku pada Mami.
“Kamu ini kenapa sih? Daritadi
kuajak bicara sepertinya kamu tenggelam dalam pikiranmu sendiri..”
Tersentak karena
perkataan Mami, aku menjawab,
“Ti-tidak apa-apa kok,
hahahah...” ah.. merepotkan..
“Hmph! Jangan seperti
itu lagi ya. Ah! Ichi!”
Aku menoleh kearah
pintu masuk cafe dan melihat seorang lelaki yang melambaikan tangannya
mendekati kami. Takamiya Ichi, sahabatku sejak kecil, tetangga, teman sekelas
dan orang yang kusukai.
“Sudah lama disini?”
tanyanya sambil mendekati Mami dan mencium dahinya.
Uh... dadaku sakit.
“Tidak juga~ bagaimana
ekskulnya tadi?” Mami menggeser sedikit kursinya memberi tempat untuk Ichi
meletakkan kursi yang didudukinya.
“Seperti biasa. Yo Ren!”
tepukkan tangan Ichi di depanku membuatku tersadar dari lamunanku.
“...yo...” balasku
sambil mencoba sedikit tersenyum padanya.
Apapun yang terjadi
Ichi tidak boleh sampai tahu tentang perasaanku. Aku seharusnya sudah terbiasa
menyembunyikan perasaan ini tapi entah kenapa jika sudah di depan kedua orang ini...
usahaku menutupinya menjadi gagal. Terlalu sakit untuk dihilangkan, perasaan
yang sudah kupendam sejak 7 tahun lalu ini harus ku kemanakan?
“Maaf, aku harus pergi.
Ada perlu,”
Dengan cepat aku segera
berdiri dan pergi menuju kasir untuk membayar minuman kami tanpa mendengar
perkataan mereka. Setelah selesai, aku berjalan keluar dari cafe tersebut.
Mungkin sebaiknya aku pulang saja pikirku. Tanpa terasa jalan yang kuambil
adalah rute terjauh menuju rumahku. Handphoneku yang terus bergetar disakuku kuabaikan
begitu saja. Sepanjang perjalanan aku berjalan dengan perasaan hampa, semuanya
kosong dan tidak terasa apa-apa lagi.
Sampai pada akhirnya
aku sampai di jalan yang penuh dengan pohon Sakura di sekitarnya. Entah kenapa
kakiku selalu melangkah ke tempat ini disaat aku sedang sedih sepertinya hari
ini pun juga begitu. Biasanya disini selalu sepi tapi saat aku menatap ke arah
di depanku, seorang laki-laki bersandar di salah satu pohon Sakura. Wajah
laki-laki itu tidak begitu jelas terlihat karena angin yang sangat kencang
menerbangkan kelopak bunga Sakura. Namun sekilas seperti dia sedang tersenyum
karena kedatanganku kemari.
“Akhirnya muncul
juga...”
Ha? Apa maksud
laki-laki ini? Begitu aku mendekatinya, laki-laki ini langsung memegang
tanganku dan menarik tubuhku sampai tersandar di pohon sementara tangannya yang
satunya mengurungku diantara pohon dan laki-laki itu.
“Apa ma– mmhh??”
Sebelum aku
menyelesaikan kata-kataku, ia menciumku! Apa-apaan laki-laki ini? Seenaknya
saja mencium orang padahal belum pernah bertemu. Tapi wanginya.. aku kenal..
rasa hangat saat tangannya bergerak ke pinggangku dan memelukku erat seperti
aku tahu.. ditengah kebingungan, aku hanya bisa terdiam.
GLEK!
Kemudian ia melepaskan
ciumannya setelah beberapa detik. Sebelum aku sempat melihat wajahnya, dia
memelukku dengan erat.
“Tadaima... Ren..”
Suara ini...
“...Sousuke...?”
Tubuhku terasa berat. Mataku
juga terasa berat. Sementara aku berusaha mencoba untuk terbangun, bisa
kurasakan laki-laki ini tersenyum. Ia mengeratkan pelukannya padaku dan
berbisik,
“Renku..”
Dan semuanya menjadi
gelap.
****
“..Ren...”
Hm? Siapa?
“Ren.”
Saat kubuka mata, yang
pertama kali kulihat adalah keadaan kamar yang asing sekali. Kemudian kutoleh
ke sisi kanan ada sosok laki-laki yang kelihatan tidak asing. Oh iya, tadi aku
bertemu dengan Sousuke lagi setelah 3 tahun dan kami...
“?!” dengan terkejutnya
aku bangun dan mengeratkan selimut yang kugunakan berusaha menutupi sebagian
wajahku yang memerah mengingat kejadian di jalan tadi. melihat reaksiku yang seperti
itu, Sousuke tersenyum.
“Selamat pagi, tuan
putri. Bagaimana tidurnya..?” tanyanya.
“Ka-kamu.. tadi apa
yang kamu lakukan padaku? Kenapa tiba-tiba aku tertidur..?” aku bertanya
padanya dengan nada sedikit curiga.
“Kamu bahkan belum
menjawab pertanyaanku...” matanya terlihat sedih, pasti itu dibuat-buat.
“Haaah... iya iya
tidurku nyenyak. Bagaimana dengan jawaban pertanyaanku tadi?”
“Aku hanya memberikanmu
sebuah ‘permen’ lewat mulut saat kita berci–“ sebelum ia selesai berbicara,
kututup mulutnya dengan tanganku saking malunya.
“Bo-bodoh! Jangan
diucapkan!” namun dia hanya tersenyum.
Slurp..
“Wa!!”
Di-dia... me-menjilat
tanganku... Spontan, aku langsung menarik tanganku tapi Sousuke lebih dulu
mencengkram tanganku. Sambil berusaha keras melepaskan tanganku, kupukul-pukul
tangannya yang memegang tanganku. Sedikit kesal dengan tindakanku, tanganku
yang satunya lagi dipegang olehnya dan mencengkram keduanya dibantal yang
kupakai.
“Le-lepaskan! Sa...kit..”
erangku.
“Jadi ini perlakuanmu
pada teman yang sudah lama tidak kamu temui? Jahat
sekali...” katanya dengan nada bercanda sambil memberikan penekanan pada kata ‘teman’.
“Be-berisik! Cepat
lepaskan tanganmu! lepas– ah!” dia
mencengkram tanganku lebih kuat lagi.
“Kamu tidak lupakan
pada apa yang kukatakan sebelum pergi? Kalau aku menyukaimu dan jika aku sudah
kembali.. kamu tidak akan kuberikan pada siapapun dan kubuat kamu menjadi
milikku.. ingat?”
Aku terdiam. Masih
kaget dengan apa yang ia katakan. Jangan-jangan waktu itu dia serius?
“Sekarang aku sudah
kembali dan sepertinya keberuntungan ada dipihakku. Dengan begini tidak akan
ada yang mengganggu dan kamu juga sebaiknya lupakan Ichi. Meskipun apa yang
kamu lakukan tidak akan merubah kenyataan kalau perasaanmu hanya bertepuk
sebelah–“
“Aku tahu!!” selaku. Dadaku
terasa sakit sekali. Seperti ingin..
“Aku tahu... hiks..
kamu tidak perlu mengatakannya padaku... aku juga... hiks... tahu...” air
mataku keluar sedikit demi sedikit
Dalam sekejap raut muka
Sousuke berubah. Kemudian ia memelukku dengan erat.
“Aku tidak pernah ingin
melihatmu menangis, tapi kamu harus melihat kenyataan yang ada. Akhiri perasaanmu
padanya dan jatuh cintalah padaku. Kumohon... aku akan menjagamu dan tidak akan
pernah membuatmu menangis! Aku berjanji.. karena itulah kumohon berhentilah
menangis...!” suara Sousuke di dekat telingaku bergetar. Dengan suaranya itu pula dia mencoba
meyakinkanku. Aku membalas pelukannya seerat mungkin dan menenggelamkan mukaku
di dadanya. Ah... jantungnya berdebar kencang.. membuatku merasa nyaman. Kalau seandainya
bisa terus seperti ini....
to be continue...
Komentar
Posting Komentar