Yume Sekai
Sekali lagi... dalam penggalauanku yang sepertinya tak berujung (?) akhirnya nulis fanfic gak jelas ini.. hash.. bener bener lagi gak enak nih moodnya. Up and down gak jelas gitu.. dasar labil *tabok diri sendiri*
***
“Hei, sedang apa kamu
disitu?”
Aku mengangkat kepalaku
dan melihat seorang laki-laki berdiri di depanku.
“Siapa laki-laki yang
sedang kamu peluk itu?” tanyanya lagi. Aku terdiam. Kemudian aku mengalihkan
pandanganku ke arah laki-laki yang sedang tidur dipelukanku. Kurapatkan lagi
selimut hangat yang mengelilingi kami berdua.
“Dia ini adalah orang
yang sangat kusayangi,” jawabku dengan suara lembut seakan tidak ingin
membangunkan laki-laki ini.
“Kamu tahu? Aku sejak
tadi berpikir, apa yang kamu lakukan dengan laki-laki itu di tempat seperti
ini. Apalagi dibawah pohon Sakura. Kudengar ini pohon keabadian ya?”
“Bukan. Pohon ini bukan
pohon keabadian. Melainkan pohon yang menyambungkan antara dunia mimpi dan
dunia nyata.”
“Kalau boleh tahu,
siapa nama laki-laki itu?”
“Namanya... Kaname...
Kuran Kaname.” Jawabku sambil tersenyum bangga. Entah kenapa aku senang sekali
saat orang lain menanyakan namanya apalagi setelah melihat kedekatanku
dengannya.
“Kaname? Sepertinya aku
pernah mendengar nama itu disuatu tempat.”
“Tentu saja kamu pasti
pernah mendengarnya. Dia ini adalah raja dari semua vampire yang ada. Karena
dia adalah Pureblood vampire.” Aku memandang wajah laki-laki itu penuh dengan
teror.
“Vampire? Mana ada yang
seperti itu di dunia ini?” laki-laki itu sedikit ketakutan begitu mendengar
kata vampire kuucapkan. Aku menyengir saja lalu merapikan rambut Kaname yang
sedikit berantakan karena angin.
“Aku tidak menyuruhmu
untuk percaya padaku,”
Mungkin dimata
laki-laki itu aku terlihat seperti orang yang mengalami gangguan jiwa. Di
tempat seperti ini... di padang hijau seperti ini... seorang diri menjaga
seorang vampire dibawah pohon sakura satu-satunya di tempat ini. Apalagi dengan
tenangnya aku menyandungkan lagu dengan pelan dan sebentar-sebentar melihat
kearah langit. Sudah sering sekali laki-laki itu lewat disekitar tempat ini. Tapi
aku hanya melihatnya dari kejauhan. tidak kusangka bahwa hari ini ia akan
datang menghampiriku dan berbicara denganku.
Dia tampak seperti
laki-laki yang sangat baik. Tapi dia masih terlihat muda sekali. Entah apa yang
membuatnya tertarik pada orang sepertiku yang kerjanya hanya duduk disini
sambil memeluk laki-laki yang tidak jelas asal-usulnya. Bukannya seharusnya
anak muda seperti dia bermain dengan teman-teman sejenisnya bukannya malah
datang menghampiri orang asing dan aneh sepertiku?
“Aku... aku pernah
melihatmu duduk sendirian disini. Aku sering memandangimu. Apa yang sedang kamu
lakukan, kenapa kamu ada disini, mengapa kamu sendirian, itu adalah pertanyaan
yang selalu terlintas di otakku. Tapi hari ini tiba-tiba kamu bersama seorang
laki-laki yang belum pernah kulihat sebelumnya...”
Heee... ternyata dia
sering memperhatikanku. Benar-benar, dia laki-laki yang kurang kerjaan atau
mungkin terlalu bosan yang pernah kutemui...
“Lalu, apa yang kamu
lakukan disini? bukannya kamu biasanya melihatku dari jauh, stalker kecil?”
tanyaku padanya. Raut wajahnya terlihat kaget tapi kemudian ia ‘berdehem’ ria
dan segera dengan tenangnya menjawab,
“Aku hanya penasaran
denganmu... kurasa kamu orang baik dan paling manis yang pernah kutemui,”
Dasar...
“Hahaha... terima kasih
pujiannya stalker kecil. Tapi kata-kata seperti itu tidak akan berpengaruh
bagiku.” Aku membalas ucapannya dengan tersenyum. Tiba-tiba ada gerakan kecil
dari Kaname lalu aku cepat-cepat mengarahkan bibirku dekat dengan telinganya
dan membisikkan,
‘Maaf, suaraku
mengganggu ya? Tidurlah lagi Kaname... aku akan mengecilkan suaraku,’
Mendengar bisikanku
tadi, Kaname terlihat tenang dan tertidur lagi. Aku tersenyum kecil melihat
tingkahnya itu. Benar-benar seperti anak kecil. Tidak biasanya Kaname semanja
ini, apalagi salah satu tangannya memeluk pinggangku dengan erat. Rasanya aku
ingin tertawa kecil melihatnya. Ternyata memang hanya Kaname yang dapat
membuatku seperti ini.
Laki-laki asing di
depanku hanya bisa terdiam melihat kami berdua. Kemudian ia bertanya,
“Apa kamu mau ikut
denganku?”
Ekspresiku langsung
menegang. Apa maksud orang ini? Mengapa ia mengajakku pergi?
“Apa maksudmu tadi?”
tanyaku dengan dingin.
“Aku tidak ingin melihatmu
sendirian, aku ingin menjagamu.” Jawabnya tegas.
Jujur, sebenarnya aku
sedikit bingung dengan tawarannya yang terkesan mendadak itu. Kenapa dari semua
orang yang ada aku yang dipilih? Aku terdiam sambil berpikir keras. Aku tidak
ingin meninggalkan Kaname apalagi disaat-saat seperti ini. Tapi... aku ingin
tahu dunia luar itu seperti apa. Bukan hanya dunia di tempat ini saja. Tapi
lebih luas lagi. Aku ingin dicintai. Bukan hanya mencintai.
Tiba-tiba Kaname
mngeratkan pelukannya padaku. Raut wajahnya juga sedikit menegang. Jangan-jangan
mimpi buruk lagi?! Aku segera menyanyikan lagu untuknya. Supaya dia sadar bahwa
aku ada disampingnya dan dia tidak sendirian...
Sendirian?
Oh iya, Kaname selalu
sendirian. Tidak peduli itu sebelum bertemu dengan wanita bertudung merah itu,
atau saat dia kehilangan wanita itu, saat dia memutuskan untuk tertidur di
basement manor Kuran, atau saat dia dibangunkan lagi dan bertemu dengan Yuuki. Apa
yang dia rasakan masih belum berubah. Termasuk perasaan cintanya pada wanita bertudung
merah tersebut. Bukankah karena itulah ia berniat membunuh semua pureblood
vampire yang tersisa? Bukankah karena kesendirian Kaname yang hampir mirip
denganku itulah yang membuatku mau berada disampingnya? Bahkan ketika disaat ia
mempermainkanku, perasaanku dan kesetiaanku padanya? Aku menggelengkan kepala. Dengan
mantab aku berkata,
“Aku tidak bisa ikut
denganmu,”
Laki-laki di depanku
terlihat sangat kaget sekali dengan jawabanku.
“Kenapa? Bukankah kamu
merindukan apa yang kamu pandang sebagai dunia luar itu?”
Aku menghela nafas dan
menjawab,
“Sebenarnya aku ingin
melihatnya, aku merindukan hal itu, dan itu pasti akan menjadi kebahagiaan
terbesarku, tapi...”
“Tapi apa?”
“Aku masih harus
melakukan sesuatu. Aku tidak bisa seenaknya saja meninggalkan orang ini. Dia
membutuhkanku!” kuelus kepala Kaname sambil mengucapkan sebuah mantra yang
menghalangi Kaname mendengar percakapan kami agar tidurnya bisa tenang.
“Kenapa?”
“Kenapa katamu? Sebegitu
inginnya kah kamu mengetahui tentangku?”
Laki-laki itu berhenti
sejenak. Mengepalkan tanganya dan mulai berbicara lagi.
“Iya”
“Orang ini selalu
sendirian. Tidak hanya itu, banyak orang yang menginginkannya untuk mati. Bahkan
teman terdekatnya sekalipun. Meskipun memang dia juga bersalah karena telah
menimbulkan banyak luka pada orang lain. Tapi bukan berarti ia tidak pernah
terluka sama sekali bukan?”
Laki-laki itu terdiam,
“Itu sudah merupakan
alasan yang kuat untuk membuatku menunda kebahagiaanku. Dia sudah terbiasa
dengan kesendirian. Tapi aku tidak ingin ia merasa kesepian. Dan akhirnya aku
dengan sangat egoisnya membuat janji padanya dan pada diriku sendiri. Kalau
seandainya ia sudah menemukan kebahagiaan miliknya baru aku akan mencari
milikku. Tetapi jika ia masih belum bisa menemukannya, aku akan berada disampingnya
dan menjadi tempat terakhir untuknya kembali.” Lanjutku.
“Tapi bukannya kamu
juga pasti akan terluka?”
Aku kehilangan
kata-kata. Laki-laki itu benar. Apalagi sampai sekarang Kaname masih belum bisa
melupakan wanita itu. Meskipun aku berharap sebanyak apapun... ‘keberadaan
seseorang tidak akan bisa tergantikan’ begitu kata Kaname. Dan aku memahami
itu. Tapi... meskipun begitu...
“Meskipun begitu... aku
tetap tidak bisa meninggalkannya. Lihat sendiri, aku masih memeganginya seperti
ini. Tidak peduli beberapa kali ia sudah menyuruhku untuk pergi dan
membiarkannya sendiri. Tapi meskipun begitu... aku masih tetap tersenyum dan
mengikutinya. Dan aku berniat akan terus mengikutinya sampai akhir. Tidak
peduli akan segelap apa akhir yang akan menanti... tapi aku masih tetap ingin
melihat akhir itu. Dengannya...”
Mataku semakin terlihat
sendu dimata laki-laki dihadapanku ini. Aku tidak bisa menahan perasaan sakit
yang sudah lama tertanam ini. Tapi tidak boleh! Aku tidak boleh menangis
didepan orang ini! Aku harus kuat. Yang boleh melihatku seperti ini hanya...
“Kaname...” bisikku
pelan.
“Sekarang kamu sudah
tahu bukan, walaupun beberapa kali aku akan terusir dari sisinya, aku akan
selalu kembali ke tempat ini dan menunggunya. Sampai akhirnya nanti dia bisa
tersenyum dan berkata bahwa ia sudah bahagia. Aku akan menunggunya sampai saat
itu dengan terus berada disisinya.”
“Tapi.... kamu tidak
bisa terus tinggal di dalam dunia mimpi! Kamu harus bangun dan terus berjalan!”
Mendengarnya berkata
seperti itu rasanya aku ingin marah. Ia tidak berhak untuk berkata seperti itu
padaku!
“Kamu tahu, ini
kulakukan juga agar aku bisa terus berjalan maju tanpa melihat ke belakang. Bukannya
sudah kukatakan bahwa AKU ini JUGA sedikit MIRIP dengan KANAME!” kutinggikan
suaraku untuk membalas kata-katanya.
“Berjalan maju apanya? Kamu
masih terus terdiam di tempat ini! Dan kamu pikir kamu sudah berjalan? Kamu
bahkan tidak bergerak sedikitpun!” akhirnya laki-laki itu terbawa emosi.
“Kuberitahu kamu satu
hal ya, aku sedang berjalan sekarang. Terus maju ke depan. Bahkan lebih darimu.
Karena apa? Karena aku punya orang yang kubutuhkan untuk berada disampingku!”
“Yang kamu lihat itu
adalah ilusi!”
Aku serasa ingin
tertawa mendengarnya mengatakan hal itu.
“Ilusi katamu? Bukankah
kamu juga melihat ilusi?”
“Apa maksudmu?” ia
keheranan sekarang.
“Menurutmu dunia
seperti apa yang kamu tempati sekarang ini?” tanyaku padanya dengan nada
sedikit menantang.
“Tentu saja dunia
nyata!”
“Fufufu~ kalau kamu
pikir begitu maka kamu salah...”
“Apa?!”
“Karena kamu tahu....
dunia tempatmu berpijak saat ini adalah dunia mimpi...”
***
Gimana twist nya? mantep kan? *plak*
until next time~
Komentar
Posting Komentar